Menjadi Hamil

Ada yang bilang ke saya kalau hamil itu bisa jadi kondisi yang menyenangkan atau menyebalkan. Kalau menurut saya sendiri, kondisinya itu berbeda-beda tergantung individu yang menjalankannya dan tergantung dilihat dari sisi sebelah mana.

Saya merasa hamil itu suatu kondisi yang menyenangkan meskipun weird feeling sempat direpetisi oleh otak di bulan-bulan awal. Kalau ditanya apa saya takut, jujur saya jawab ketakutan itu selalu ada bahkan sampai saat ini. Menjelang due date yang katanya dokter di bulan Maret 2018, saya semakin excited sekaligus semakin merasa takut. Saya rasa ketakutan itu sifat manusiawi manusia yah karena manusia bukan dewa apalagi Tuhan. But you are what you think katanya jadi jangan biarkan ketakutan itu menghantui hidupmu. Saya memang ingin mengalami kondisi ini sehingga saya menikmatinya “tanpa menentang arusnya”, dan saya berusaha menjalankan kondisi ini sebaik dan semampu yang dapat saya lakukan.

Saya tidak mengatakan kalau semuanya benaran baik-baik saja tanpa gangguan sebab saya sempat merasakan mual di malam hari selama 3 minggu pertama, rasa gatal parah di sekujur tubuh yang terjadi mungkin sebagai bentuk reaksi akan vitamin yang dikonsumsi (terima kasih ke salah satu teman di Singapura dan mba Olen soal QV), nilai leukosit yang sempat tinggi di awal-awal, harus rela mengurangi konsumsi teh hitam dan tidak makan raw seperti sushi dan sashimi dulu, sempat terpaksa minum parasetamol karena pilek parah yang disertai sakit kepala dan demam tinggi, organ kewanitaan yang sempat nyeri karena keputihan, betis kaki kiri yang sempat mendadak kram ketika tidur, nyeri pinggang kanan yang sempat aduhai rasanya sampai saya memutuskan untuk konsultasi dengan dokter rehabilitasi medik (fisioterapi), bangun di tengah malam karena punggung sempat pegal jadi harus tidur nyendersampai adanya beberapa garis-garis stretch mark di perut meskipun tidak gatal. Hal yang rasanya paling susah dihadapi sampai sekarang adalah menahan rasa kantuk dan hawa panas apalagi seiring bertambahnya usia kandungan.

ab
via

But well, saya tetap berusaha menjalani semuanya dengan baik. Mengeluh pasti ada, namanya juga manusia, tetapi saya tidak menyesalinya. Terlepas dari apa yang akan terjadi nanti, saya tetap bersyukur karena boleh mengalami kehamilan yang katanya banyak orang tergolong mudah tanpa prahara sulit, katanya apa yang saya alami itu masih tergolong hal super biasa. Berbicara mengenai statement tersebut, saya selalu bilang ke orang lain kalau kondisi setiap calon ibu itu berbeda-beda sehingga ada baiknya tidak membuat perbandingan antara kondisi saya dengan kondisi si A atau si B.

Apakah semua orang sependapat dengan saya? Tentu saja tidak haha. Ada yang bilang saya terlalu idealis, terlalu sensitif, mengada-ada, atau sok pintar. Sakarepmu lah, mulut mulutmu, otak otakku haha. Saya ngomong seperti itu karena saya tidak suka dibanding-bandingkan dan saya sudah melihat banyak teman/saudara yang menderita lahir batin karena kehamilan mereka dibandingkan dengan pihak lain. Celakanya, perbandingan tersebut ternyata tidak berhenti sampai mereka melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. Jujur saja, opini pihak lain itu hal super terberat yang saya alami selama proses kehamilan ini, jauh lebih berat daripada rasa kantuk dan hawa panas. Secuek-cueknya saya dengan opini mereka, saya tetap bisa merasa kesal apalagi ketika hormon sedang kurang bersahabat.

Saya harus rela telinga saya mendengar komentar apapun, entah itu anak saya yang katanya akan jadi pemalas nantinya kalau saya mengantuk terus, kalau anak saya akan pemalu karena saya belum tahu jenis kelaminnya di usia kandungan sudah masuk bulan keempat, kalau anak saya tidak besar karena perut saya masih kecil di usia kandungan 5 bulanan, kalau anak saya akan mirip dengan si A karena saya baru saja ngomelin dia yang hasil kerjanya tidak becus, dan yang terbaru dikomentari sifat anak saya akan liar nantinya karena saya suka nonton National Geographic Wild selama hamil ini. Ketika tahu jenis kelaminnya itu laki-laki, tidak sedikit pihak yang sangsi ke saya karena katanya saya masih suka dandan jadi jenis kelamin anak saya seharusnya perempuan. FYIkatanya kalau mama suka dandan = bayinya perempuan, kalau mama kucel = bayinya laki-laki. Btw saya bingung apa proses pakai pelembab wajah + bedak muka + lipstik itu bisa dikategorikan dandan haha. 

Penghakiman semakin datang bertubi-tubi ketika saya dipergoki makan kecap asin LKK, sambal bawang bu Rudy yang endes mampus itu, Indomie kaldu ayam, bakmi atau kwetiau pangsit, cheeseburger di McDonald’s atau mushroom burger di Carl’s Jr, tidak minum susu hamil atau susu kedelai buatan sendiri melainkan susu pasteurisasi/susu UHT/susu kedelai siap minum, masih makan kepiting dan es krim, tidak beli baju hamil hanya beli 3 pcs celana hamil, dan lebih banyak konsumsi sayur-buah daripada daging.

ac
via

Apakah berhenti sampai disitu? Cencu cidaks donk. Penghakiman pun berlanjut ketika mereka tahu saya tidak mengalami morning sickness, kaki tidak bengkak sampai sekarang, kulit wajah yang katanya makin kinclong, masih bisa berenang dan jogging ringan, masih bisa menggunakan cincin nikah di jari manis seperti biasa, masih bisa naik KRL ke Bogor, dan entah apa lagi hahaha.. Kalau hormon saya lagi benar, saya kepingin langsung ketawa di depan orang-orang yang mengatakan hal-hal itu tapi nanti saya dibilang engga sopan lagi, nanti pada baperan lagi, jadi lebih baik saya diam dan ketawa dalam hati saja. Tapi kalau hormon saya lagi tidak benar, saya bisa langsung menyindir orang-orang itu. Saya heran, jaman sudah semakin maju tetapi otak kog semakin mundur? Kalau sudah nyerempet ke mitos ini dan itu, rasanya saya mau putar lagu IDGAFnya Dua Lipa kencang-kencang 😀

ae.jpg
via

Terlepas dari semua itu, saya bersyukur S tidak melarang saya untuk tetap beraktivitas dan makan/minum apa saja karena katanya saya sudah cukup umur untuk tahu mana yang baik dan buruk, dan katanya saya orang yang tahu batas. Dari segi makanan dan minuman, saya tetap mengonsumsi apa yang selama ini saya konsumsi hanya jumlahnya saja yang lebih diperbanyak, entah itu air putih, sayur, buah, telur, madu, yoghurt, susu kedelai, kacang almond, air kelapa, yakult, dll. Saya juga tetap makan daging selama itu sudah matang. Khusus telur, saya lebih banyak makan telur ayam kampung rebus selama hamil ini kecuali jika S bikinin nasi goreng pete andalannya itu, saya baru ganti jadi telur goreng. Makanan yang saya batasi adalah nasi putih karena saya merasa anak ini begitu menikmati nasi apalagi kalau nasi itu disirami kuah panas dan dilengkapi tahu cina goreng serta sambal bu Rudy haha.

ad
via

Saya juga tetap menyempatkan waktu untuk jalan kaki dan berenang (bisa diganti dengan aktivitas air lainnya seperti aqua aerobic, colek Shinta) meskipun cuaca sedang tidak menentu saat ini. Kedua hal itu juga disarankan oleh beberapa teman dekat yang sudah melahirkan, disarankan oleh dokter obgyn dan fisioterapi, dan oleh artikel luar yang saya baca. Tujuan utamanya supaya si ibu dan bayi tetap fit dan plusnya untuk meredakan cedera tubuh yang berlebihan serta mencegah pembengkakkan kaki yang kerap terjadi pada ibu hamil. Jadi mitos yang mengatakan bahwa semua kaki ibu hamil pasti bengkak itu tidak benar. Sama halnya dengan soal stretch mark, tidak semua ibu hamil akan mengalami hal itu juga. Dan soal “tar anak ngeces kalau lu engga makan yang lu ngidam” itu juga tidak benar. Ngeces lumrah terjadi karena produksi air liur pada bayi akan meningkat selama terjadi pertumbuhan gigi 😀

Saya sengaja ‘menuangkan’ segala memori yang masih saya ingat selama proses kehamilan ini termasuk keluh kesahnya juga jadi maaf kalau postingannya agak panjang haha. Terlepas dari berbagai hal yang terjadi, saya bersyukur masih mempunyai orang-orang yang tetap mendukung supaya saya selalu berpikiran waras, termasuk S yang selalu ikut jadwal check-up baby, selalu rebusin telur rebus dan air jahe, dan selalu siap mijitin kaki atau punggung saya yang pegal haha. Bersyukur juga dokter saya tidak cerewet ketika tahu berat badan saya naik 7 kilo dalam 34 mingguan karena beberapa teman saya dicerewetin dokternya soal berat badan berlebih selama masa hamil. So, tetap semangat untuk para wanita hamil di luar sana, dan please stop judging mereka dengan mitos-mitos aneh nan menyebalkan itu karena percayalah, wanita hamil lebih butuh pikiran dan semangat positif daripada penghakiman orang lain 😀

Featured Image = via

Regards,

Wien

22 comments

  1. Kalo makan es krim memangnya ada yg ga ngebolehin ya Wien? Baru tahu ini. Biasanya kan dibilang jangan minum air es nanti bayinya gede. Ya kalau air esnya dicampur sirop atau gula bersendok2 baru ga boleh.
    Semangat Wien menuju hari H. Rasa deg2an dan antusias ketemu yg selama ini jadi blind date😍

    Like

  2. Dulu pas hamil,kaki aku juga ga bengkak Wien. Sering sering diajak ngomong Wien anakmu yang di dalam perut. Biar kalian tambah dekat dan bisa berjuang bareng pada saat hari H. Semoga Bumil tetap semangat yaa.

    Like

    • Iya mba, kaki teman-temanku juga tidak bengkak selama masa kehamilan tetapi tetap saja ada pihak-pihak yang rasanya kesal kali ya kalau saya kasih tahu soal kaki teman yang tidak bengkak, pasti mereka langsung bilang kalau semua ibu hamil kakinya pasti bengkak haha. Terima kasih untuk supportnya mba.

      Like

    • Iya mungkin mereka mengalami hal-hal seperti itu juga dulunya, tapi tidak sedikit dari “para hakim” itu yang belum hamil sampai sekarang haha.. Sip, terima kasih untuk supportnya!

      Like

  3. Semoga lancar terus ya kehamilannya… Apa kata orang jangan sampai bikin stress 🙂 Iya perbandingan anak akan terus ada, mungkin sampai anak-anak kita nanti memberi kita cucupun bakalan masih ada *phew!

    Like

Thank you for your comments