About Now

Sebenarnya tangan ini sudah gatal sekali untuk mengetik post tetapi apa daya jika harus rela disibukkan dengan rentetan kerjaan kantor yang tidak ada habisnya itu haha.

Bulan ini ada meeting nasional jadi (banyak) data harus disiapkan, lanjut harus crosscheck nilai komisi karena sistem sempat bermasalah, lanjut lagi ngurusin database lainnya. Maunya ngetik kalau sudah pulang ke rumah tapi wangi bed itu sangat menggoda haha.

Sejak menikah dengan S, saya harus menempuh perjalanan rumah-kantor-rumah kurang lebih 50 km dari Senin-Jumat kecuali libur. Berusaha berangkat jam 7 pagi walaupun biasanya molor sampai 20 menit, tiba di rumah lagi jam 7 atau 8 malam tergantung macet di jalan. Setibanya di rumah lanjut beberes, mandi, tiduuuur. Kalau Senin-Kamis, saya bangun jam 5 pagi untuk masak bekal dulu. Apa kabar jalan-jalan malam (sampai subuh) after office hours seperti dulu? Ampun mak, badan saya sudah tepar hahaha, makanya saya selalu salut dengan orang-orang yang berangkat kerja jam 6 pagi dan baru sampai rumah minimal jam 9 malam, sudah punya anak pula. TOP dah!

Ketika weekend tiba, bed pun mampu menggoda saya untuk tidur sampai siang. Mau berenang pun rasanya malas (bangun pagi di hari Sabtu) jadi saya ganti dengan running di Sabtu sore, ceritanya manfaatin kompleks di seberang yang belum ada kabel dan pembangunan apapun. TV pun tak kalah menggoda apalagi saya sudah bisa nonton acara di TV kabel lagi. Saya hanya bisa nonton channel TV nasional ketika ngekost dulu jadi senang sekali bisa nonton NatGeo, FOX Sports, AXN, DW, CBS, WB, HBO, dan lain-lain tapi seringnya TV yang nonton saya sih bukan saya yang nonton TV haha.

PhotoGrid_1495468546181.jpg

Soal bekal makan siang, saya dan S sudah membawanya selama hampir dua bulan ini, biasanya dari hari Senin sampai hari Kamis. Menunya sederhana saja, nasi + sayur + lauk + buah, kadang ngoles roti gandum juga untuk sarapan kalau engga sempat makan muesli atau buah. Sejauh ini lauknya tidak jauh dari tempe goreng, telur rebus / telur goreng, sosis goreng, pernah perkedel dan nugget juga. Nasi goreng juga. Kepingin ayam dan ikan goreng juga tapi saya malas olah hahaha. Bukan morning person soalnya, masak saja masih sambil nahan kantuk jadi jenis menu di atas sudah oke buat saya dan bersyukurnya S juga tidak cerewet soal ini, kecuali buncis haha.

Sebenarnya bekal makan siang ini merupakan resolusi pribadi kalau saya sudah menikah dan tidak ngekost lagi, tujuannya supaya bisa makan lebih sehat daripada jajan di luar terus. Waktu masih ngekost bisa hitung berapa kali saya masak untuk bekal, benaran jarang sekali soalnya harus bawa segala bahan, bumbu, minyak, teflon, spatula dari kamar di lantai dua ke dapur di lantai satu plus kondisi dapur yang kurang bersih. Iya, semuanya harus dibawa dari kamar karena banyak tangan jahil waktu masih ngekost dulu dan lokasi pasar juga jauh dari kost. Kalau sekarang sudah berbeda, tidak ada tangan jahil lagi, kondisi dapur bersih, dan lokasi pasar dekat dengan rumah. Kalau saya sedang malas ke pasar, S dengan senang hati ke pasar sendiri karena dia memang senang ke pasar haha. Selain lebih bersih dan sehat, bekal juga bikin lebih hemat tentunya.

Selanjutnya mau cerita soal hamil. Tenang, bukan saya yang hamil kog meskipun saya sudah ngisingisi air kelapa hijau barusan haha. Ceritanya saya ingin mengeluarkan sedikit uneg-uneg seputar kehamilan. Biarin dibilang baper, saya hanya manusia biasa yang masih punya otak untuk mikir dan hati untuk merasa #ciyee. Usia pernikahan saya dan S baru 6 bulan 3 minggu. Ada yang bilang rentang waktunya itu masih muda tetapi ada juga yang bilang rentang waktunya sudah matang untuk mempunyai momongan. Buah kali matang haha.

18a89b1f2af69afd6897ca735d7195ab0644ea088ca86478dd6ad062fdaaab2c.jpg

Sebenarnya – dari hati paling dalam – saya termasuk golongan orang cuek yang tidak ambil pusing dengan “apa kata orang” selama hal yang saya lakukan tidak menimbulkan efek negatif untuk pihak lain. Hal semacam ini memang never ending questions tapi lama kelamaan kog saya merasa gregetan juga soal hamil ini. Kalau ada 10 orang yang menanyakan 1 hal sama di 10 lokasi berbeda, saya mungkin masih bisa paham apalagi sekarang banyak orang kepo bertebaran dimana-mana. Kenyataan yang terjadi itu ada 10 orang yang menanyakan 1 hal sama di 1 lokasi yang sama, dan terjadi berulang kali. 

  • sudah hamil belum?
  • kenapa belum hamil? kamu “jaga” ya?
  • cepatan hamil ya, sudah mau 30 kan, sudah cukup umur (umur lagi umur lagi)
  • anak itu bawa rejekinya masing-masing, jangan “jaga-jaga” nanti malah kamu engga bisa punya anak loh
  • selamat ya sudah hamil, gemukan soalnya (ingat, gemukan = hamil)
  • posisinya (posisi berhubungan badan) kudu begini supaya bisa cepat hamil
  • kamu “itu-itunya” menjelang dan setelah haid pasti cepat hamil
  • kog belum hamil? si itu saja sudah hamil padahal kalian nikah cuma beda sebulan
  • sudah lama kan marriednya, kog belum hamil-hamil sih
  • dan lain-lain …..

Kalimat-kalimat di atas merupakan contoh pertanyaan dan pernyataan yang ditujukan ke saya selama ini. Saya pernah tanya ke S apakah dia pernah mengalami hal serupa, seingat dia baru 1-2 kali, sedangkan saya sering sekali mengalaminya hahaha. Lama-lama saya merasa hamil ini menjadi sarana pertandingan dan ajang pamer antara sesama wanita (Indonesia) yang sudah menikah. 

Baik saya dan S sama-sama suka dengan anak-anak dan kami berdua tidak berencana menunda program kehamilan pertama ini tetapi ijin untuk menjadi orangtua belum dikasih sama Yang di Atas. Lewat kejadian ini, saya jadi semakin berempati dengan mereka yang selama ini mungkin dianggap baper oleh orang lain karena harus berhadapan dengan kecaman “kog belum punya anak” padahal mereka mungkin sudah berjuang keras untuk memilikinya lewat berbagai cara, termasuk IVF tetapi belum berhasil. Somehow jadi pikir sendiri, kog pada tega seperti itu ke orang lain.

Lagipula melahirkan dan membesarkan seorang anak bukan perkara mudah. Untuk membawa si anak lahir ke dunia saja sudah butuh biaya besar, belum lagi merawatnya. Iya kalau ibu si anak bisa full ASI 1-2 tahun, kalau hanya bisa beberapa bulan kan si anak harus diberi susu formula yang biayanya juga tidak murah. Nah, soal ASI ini pun menjadi sebuah perkara yang sering saya lihat baik di lingkungan nyata atau di online. Semakin ke sini semakin banyak yang demen membuat artikel atau pernyataan dengan istilah “pro-ASI”.

Saya bahkan punya kenalan yang mengatakan anak full ASI itu akan tumbuh menjadi anak yang lebih cerdas daripada yang tidak full atau non-ASI. Ada juga teman saya yang mendoktrin teman lain untuk wajib memberikan ASI ke bayinya meskipun teman lain itu sebenarnya sudah sangat kesulitan sampai stress. Saya mah tahunya anak non-ASI itu lebih berpotensi mudah terkena alergi kalau sudah beranjak dewasa, itu juga tahu dari beberapa dokter kulit. Menurut saya boleh saja berpendapat ini dan itu tetapi alangkah baiknya jika tidak menyinggung perasaan pihak lain apalagi dengan sengaja, terutama kepada kaum ibu yang kesulitan memberikan ASI untuk anaknya (read this).

Sudah ah, mau nonton Cher dulu di Billboard Awards hehe.

Rgds,

Ws 😉

21 comments

  1. Duh aku ngakak baca yang sok-sok ngasih saran posisi hubungan biar cepet hamil xD Itulah kalo kebanyakan denger mitos tanpa mau tau faktanya hahahahaha!!!!

    Like

  2. Neverending KAPAN questions ya mbak. Kapan lulus, kapan kawin, kapan pny anak, kapan nambah anak. Duuuuh! Ente-ente kapan diemnya siiih? Brisik aje deh! *sumpel pke ulekan* hahaha….

    Like

Thank you for your comments