Short Trip to Bogor 2

Nomor satunya bisa dibaca disini yah 🙂

Sama seperti nomor satunya, perjalanan kali ini juga sama sekali tidak direncanakan sebelumnya, tapi S sepertinya tahu dan paham kalau otak saya butuh clean-up, jadi dia mendadak ngajakin saya ke Bogor tanggal 9 Maret, bertepatan dengan Hari Raya Nyepi. Huwah, Nyepi! Maunya si ke Bali lagi seperti dulu, tapi saya lagi nahan diri untuk tidak beli tiket kesana kemari, hahaha.. 

Niatnya sih jam 08.30 pagi atau jam 09.00 pagi sudah berangkat ke Bogor, tapi ternyata seperangkat bantal-guling-selimut-boneka pinguin itu terlalu nikmat untuk ditinggal, jadinya saya baru bangun ketika S sudah sampai di tempat saya 😀 Tapi ternyata S juga kelaparan karena belum sarapan jadi dia makan dulu di tempat saya. Kami baru tiba di Stasiun Juanda jam 09.30 pagi.

KRL ke Bogor baru tiba jam 10.00 kurang 5 menit. Cuaca saat itu sangat panas, mungkin efek dari gerhana matahari total yah. Meskipun ramai dan panas, saya tetap semangat jalan-jalan donk, apalagi saya dan S berencana ke Soto Mie Agih yang endes itu karena tidak sempat kesana di short trip yang pertama.

DSC_5850
Kebun Raya Bogor

Kami berdua berdiri sepanjang perjalanan dari Stasiun Juanda ke Stasiun Bogor karena tidak ada bangku kosong. Kalaupun ada yang kosong, kami lebih suka tempatnya diduduki oleh orang lain yang lebih membutuhkan, toh sebenarnya menyenangkan juga kalau berdiri karena bisa melihat jalan raya 🙂

Sepertinya hari libur kejepit itu benar-benar dimanfaatkan oleh banyak orang Jakarta untuk ke Bogor karena kondisi semua stasiun sangat ramai. Di antara ribuan manusia, kami diberikan kesempatan untuk bertemu dengan sepasang suami istri tuna netra yang naik dari Stasiun Duren Kalibata dan turun di Stasiun Citayam.

Keduanya menjadi objek perhatian saya sepanjang perjalanan ke Stasiun Citayam. Saya dapat merasakan rasa simpati, salut, dan syukur yang bercampur aduk menjadi satu. Meskipun keduanya tuna netra tetapi sang suami tetap berusaha mengawasi gerak-gerik istrinya. Sang suami juga sangat sigap, dia langsung melipat dan menyimpan tongkat yang dipakainya di dalam tas. Tas yang mereka gunakan bukan tas mahal melainkan tas yang mungkin sudah sering ditambal sulam, terlihat dari banyaknya benang jahitan yang kurang rapi.

DSC_5847
Kebun Raya Bogor

Ada satu titik saya simpati dengan kondisi mereka sebab harus menjalani kehidupan dengan keterbatasan seperti itu, tapi di sisi lain saya juga salut karena mereka terlihat berusaha saling menjaga satu sama lain dan lebih banyak tertawa bersama sepanjang perjalanan ke Stasiun Citayam. Saya juga salut karena sang istri masih bisa menekan tombol handphone meskipun gerakannya cukup lambat karena dia terlihat seperti menghafal posisi tombol. Di sisi lain saya juga merasa bersyukur karena masih diberikan tubuh normal tanpa keterbatasan seperti yang mereka alami, dan juga bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk bertemu mereka 🙂

Saya dan S tiba di Stasiun Bogor jam 11.45 siang. Matahari sangat terik dan stasiun dipenuhi oleh banyak orang di berbagai sisi. Kami memutuskan untuk naik angkot 02 ke arah Suryakencana karena kami berdua sudah lapar. Perjalanan dari stasiun ke Suryakencana tidak bisa dibilang lancar karena banyaknya mobil berplat B 😛

Kami berdua turun di pertengahan Suryakencana dan mulai berjalan kaki ke arah pusat kuliner disana. Ya ampun, astaga, jalanannya ramai sekali dan macet banget!! Soto Mie Agih saja sumpek dan penuh! Sama sekali engga ada kursi kosong dan antriannya panjang sekali sampai ke jalan raya. Sempat kesal dengan orang-orang yang sudah selesai makan tapi masih ngetem di kursi mereka, sampai-sampai saya sindir beberapa kali, tapi pantat mereka tetap nempel di kursi 😛

DSC_5839
Soto Kuning M. Yusuf (soto daging)

Apa mau dikata, cacing-cacing di perut sudah main drum, emosi S sudah naik (anak ini suka emosi engga jelas kalau sudah kelaparan), dan cuaca tidak bersahabat. Jadi kami memutuskan untuk pindah tongkrongan. Awalnya mau makan nasi goreng pete tapi kami malas jalan cukup jauh lagi, dan kami tidak tertarik makan Laksa Gang Aut. Akhirnya kami nongkrong di Soto Kuning M. Yusuf yang terkenal juga di Suryakencana. Kalau kami telat 5 menit lagi pasti sudah tidak dapat bangku disana. Engga kalah sama Soto Mie Agih, pengunjung disana juga sangat ramai.

Saya dan S pesan nasi dan soto daging tanpa micin dengan harga 35.000 untuk satu orang. Kami tidak pesan minum karena bawa 2 botol air putih. Sebenarnya rasa sotonya biasa saja tapi tetap pas di mulut kami karena kami kelaparan. Sotonya pun habis dalam waktu 10 menit, haha.. Kami memutuskan untuk melihat-lihat kuliner di sepanjang Suryakencana setelah selesai makan. Harus jujur, hampir segala sesuatu yang dijual disana menarik perhatian kami, sampai-sampai kami sepakat untuk makan di pinggir jalan Suryakencana saja jika kami ke Bogor lagi 😛

Ada penjual wedang ronde, lumpia basah, lumpia goreng, ngohiang, sosis goreng, baso sapi, pisang goreng, wedang ronde, cincau hijau, bir kocok, kue rangi, kue cubit, kue ape, kue jala, toge goreng, mie kocok, soto kaki, soto kuning lagi, dan lain-lain. S tergoda untuk beli wedang ronde gula merah yang harganya hanya 8.000 saja. Saya tergoda beli kue rangi yang harganya 10.000, cincau hijau yang harganya 5.000, dan bir kocok yang harganya 5.000 juga. Tentunya semua makanan yang kami beli tidak dihabiskan sendiri saja tetapi dimakan berdua. Kami sempat cari doclang tapi tidak menemukan penjualnya.

Kami memutuskan untuk tidak pergi terlalu jauh dari stasiun karena langit sudah mulai mendung, tapi kami belum mau pulang ke Jakarta jadi kami ke Kebun Raya Bogor (KRB). Engga perlu naik angkot, jalan kaki 10 menit sudah sampai di KRB, sekalian nurunin isi dalam perut, haha..

DSC_5844
Tiket masuk Kebun Raya Bogor

Kali ini ada yang berbeda ketika masuk ke KRB. Semua pengunjung harus masuk melalui detector gate dan semua barang bawaan harus diperiksa oleh Paspampres. Benar-benar diperiksa sampai detail lohpouch S yang isinya powerbank saja dikeluarkan dan dibuka. Ternyata Pak Jokowi sedang berada di dalam Istana Bogor untuk menyaksikan gerhana matahari total.

KRB ramai sekali saat itu karena ada beberapa pihak yang mengadakan acara disana. Ada peserta wanita yang dibawa oleh petugas KRB karena kepalanya bocor, entah bocor karena apa. Ada pasangan yang sedang prewedding, ibu-ibu yang sibuk ngejar anak balitanya, bapak-bapak yang lagi ngaso di atas rumput, dan tentunya banyak yang selfie engga jelas.

DSC_5856
With mandatory jersey, LOL

Sama seperti nomor satunya, saya dan S tidak sewa mobil wisata atau sepeda karena lebih suka jalan kaki. Saya baru sadar kalau kami lebih sering jalan kaki di luar Jakarta. Tapi jalan kaki di Jakarta memang tidak enak sih. Banyak polusi dan harus mengalah dengan pengendara motor sableng yang sering naik ke atas trotoar 😐

Gerimis kecil mulai turun tepat jam 15.30 sore. Tidak mau terjebak hujan deras, saya dan S segera berjalan ke arah pintu keluar KRB supaya bisa langsung ke stasiun. Ketika hampir sampai di pintu keluar, gerimis kecil berubah menjadi hujan deras sehingga kami harus berteduh sekitar 10 menit sebelum akhirnya debit air hujan mengecil. Keluar dari KRB, kami jalan ke Bogor Trade Mall (BTM) untuk naik angkot nomor 10 ke arah stasiun. Dari KRB ke BTM hanya butuh waktu kurang lebih 7 menit jalan kaki. Hujan kembali deras ketika kami sudah berada di dalam angkot.

Kami sampai di Stasiun Bogor jam 16.00 sore dan suasananya tetap ramai padat seperti saat kami sampai disana. KRL ke Jakarta tiba jam 16.30 sore dan kami tidak dapat tempat duduk lagi. Saya baru dapat tempat duduk ketika KRL tiba di Stasiun Pasar Minggu. Tanpa ba-bi-bu, saya langsung duduk dan tidur dalam sekejap, haha.. S baru dapat tempat duduk samping saya ketika KRL tiba di Stasiun Tebet. Lumayan bisa tidur sebentar untuk recharge tenaga.

Kami tiba di Stasiun Juanda jam 18.00 sore dengan kondisi tidak hujan. Ketika sedang mencari makan malam, hujan angin turun dengan derasnya sehingga kami terpaksa berteduh lagi. Kami baru sampai di kost saya jam 20.30 malam. See you again, Bogor! 😀

Rgds,

Ws 😉

20 comments

  1. Rasanya doclang itu ada nama lainnya deh wien. Cuma lupa ey apa nama lainnya itu. Selama ini malah ga tau kalo makanan ini dinamain doclang. Hahahaha

    Like

  2. uahh..jadi kangen masa-masa dulu pacaran ke bogor kulineran…baca cerita kamu jadi nostalgia wien..hehehe klo udah punya baby rasanya susah kayak gitu apalagi jalan kaki bisa rempong dan gempor..hahaa..

    bener2 kota hujan ya wien, hujan terus disana..

    Like

Leave a reply to Wien Cancel reply