Minta Bule Donk..

Tema ini memang cukup mainstream namun (entah kenapa) tetap menarik. Coba saja gugling di Google dengan keyword “bule”, begitu banyak artikel yang muncul dan dapat ditelusuri. Sejujurnya saya merasa cukup riskan membuat post ini tetapi saya rasa masih okay selama saya berada di posisi netral.

Saya ini WNI 100%, bukan WNA. Saya pernah dekat dengan beberapa bule, tapi saya belum pernah pacaran dengan bule, dan pacar saya bukan bule. Saya punya beberapa teman bule, punya beberapa teman WNI yang pacarnya bule, dan salah satu paman saya juga bule, tapi saya risih jika ada yang minta dikenalin sama bule. Risih serisih-risihnya…..

Trigger post ini adalah pertemuan saya dengan beberapa blogger senior tempo hari (artikel terkait : Great Lunch!) Ketika saya upload salah satu foto ke IG, beberapa teman saya mengirimkan WhatsApp dengan topik yang sama : “Wien, bulenya uda punya pacar atau belum? Wien, bulenya sudah married atau belum? Wien, kenalin bulenya donk ke gw, yang kacamata hot banget deh“. Bule yang mereka maksud adalah Yvan (suami Mba Fe) dan Mike (pacar Mariska). Silahkan lihat link artikel terkait untuk melihat wajah Yvan dan Mike.

Jeezzz, saya paling engga suka menerima message seperti itu, benar-benar engga suka. Awalnya saya masih baik hati membalas message mereka dengan kata-kata “mereka sudah punya istri dan pacar”, tapi ternyata mereka tetap meneruskan message dengan minta kenalan dan sebagainya. Saya tidak akan menyebutkan nama kalian disini, but if one or all of you have chance to read this blog, saya mau menegaskan kalau pembahasan kalian itu tidak berbobot sama sekali, as I’ve said in our chat. Sorry ya 🙂

Saking kesalnya, saya minta mereka pindah ke luar Indonesia jika tetap ngotot bin keukeuh untuk mendapatkan suami bule. Mbok yah jaman sudah canggih nduk, silahkan dating via onlen sama kangmas buleee, kalau perlu sekalian tongkrongin embassynya yoh nduk..

Tak bisa dipungkiri, para bule memang memiliki daya tarik tersendiri untuk wanita Indonesia. Saya pribadi suka kog dengan Miroslav Klose, Manuel Neuer, Andrés Iniesta, Xavi Hernandez, George Clooney, Christian Bale, Hugh Jackman, you name it. Tapi itu hanya sekadar “suka”, mereka idolanya saya, saya fans mereka.

Nah kembali lagi ke topik. Saya sendiri tidak masalah jika ada keluarga atau teman atau kenalan yang berpacaran atau menikah dengan bule. Saya menganut paham demokratis dan saya percaya setiap orang mempunyai jodohnya masing-masing. Hal yang seringkali membuat saya heran adalah perilaku orang-orang yang terlalu “mengagungkan” bule di atas segalanya; orang-orang yang selalu berusaha mencari jalan apapun supaya bisa menikahi bule.

Saya pernah menanyakan alasan teman-teman saya yang berperilaku seperti itu. Mostly mengatakan “bule itu kaya”, mereka ingin mengubah kondisi ekonomi keluarga. Alasan selanjutnya adalah “bule lebih demokratis, tidak ada tabu-tabuan (open minded)” serta “value bule lebih tinggi dan bule lebih romantis”.

Bukannya tertarik, saya malah merasa miris dan cukup kasihan dengan teman-teman saya itu. I’m not a hopeless romantic person, tapi otak saya masih menganggap jika cinta dan kasih sayang jauh lebih penting (dan lebih dibutuhkan) daripada alasan-alasan di atas. Setuju dengan saya?

Kembali lagi ke topik utama. Bule itu sedarinya hanya manusia biasa, sama seperti saya, sama seperti kamu, sama seperti kita semua. Hal yang membedakan hanya fisik semata, ukuran badan mereka memang lebih tinggi daripada orang-orang Asia, warna kulit mereka memang lebih putih cenderung merah daripada orang-orang Asia, tapi ya basically they are human. Physical attributes will fade away but true characters stay the same. Ah, lagi-lagi saya sok idealis…

Sekadar sharing saja. Saya pernah kenal dengan bule yang ternyata punya banyak hutang kartu kredit. Temannya teman saya yang bule hanya kerja sebagai karyawan supermarket dan tidak mau menjalani long distance relationship (LDR) sebab tidak ada biaya. Ada juga teman yang diceraikan oleh suami bulenya karena dianggap tidak mampu memenuhi (maaf) kebutuhan seksualitas. Masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.

Saya tidak memiliki stigma buruk terhadap bule. Orang lokal atau orang dari negara lain pun ada yang memiliki sifat dan sikap kurang baik. Seperti dua sisi koin, pasti ada hal baik dan hal kurang baik, tergantung sisi mana yang kita lihat. Tidak semua orang bule itu kaya, tidak semua orang lokal itu miskin. Tidak semua orang bule itu romantis, tidak semua orang lokal itu narrow-minded.

Inti yang mau saya sampaikan disini adalah setiap orang PASTI memiliki jodohnya masing-masing, jadi akan lebih baik jika kita tidak memaksakan kehendak kita sendiri karena “sesuatu yang dipaksakan seringkali tidak memberikan hasil baik”, bukan begitu? “Rumput tetangga memang lebih hijau”. Jika memang berjodoh dengan bule, go for it. Jika berjodoh dengan lokal, go for it too. Itu hanya inti dari pemikiran sederhana saya.

Yah curcol saya sudah selesai. Semoga dapat diterima dan dipahami dengan baik tanpa emosi apalagi sakit hati. Saya akan menyertakan beberapa link dari para blogger yang pernah membahas soal bule ini. Ijin share ya Mba Yo, Mba Deny, Mba Ailsa, Mba Noni, Mba Fe, dan Mba Nella. Terima kasih sebelumnya 🙂

Mba YoyenMba DenyMba AilsaMba NoniMba NellaMba Fe.

Oya, ada satu link milik Mba Elisabeth Oktofani, penulis buku “Bule Hunter”. Silahkan klik untuk membaca artikelnya. Semoga bermanfaat 🙂

Featured Image :  log.viva.co.id

Rgds,

Ws 😉

 

56 comments

  1. Kayaknya mau bule atau bukan tetep itu tergantung orangnya deh, Ci. Sesuai ceritamu di atas, temenku bule ga semuanya orang kaya. Pernah juga dideketin sama bule yg hypersex bbrp kali jatohnya malah takut (aku suka yg lembut2 soalnya 😆 ), trus banyak juga tuh bule pemalas -_-
    Intinya sih kalo mau “memperbaiki kehidupan” kerja aja sendiri, build our own kingdom, jangan bergantung sama orang lain. Selain keluarga, orang di sekitar itu jadi pelengkap aja.

    Like

  2. Masih suka geleng-geleng kepala sama perempuan Indonesia yang dengan caranya dan pemikirannya yg sempit masih menganggap bule itu lebih baik (efek jajahan Belanda begini dech). Dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan bule itu aneh bin ajaib menurut aku. Hikss..

    Like

  3. Ada ping ke blogku kupikir: “siapa lagi nih minta bule lagiiii bosen deh!” haha ternyata tulisanmu Wien kupikir komen *salah duga.. klo ada yg minta bule suruh aja ikut online dating spt asiandating.com . Klo dikenalin gak cocok ntar mak comblangnya disalahin, pertemanan bisa rusak gak enak kan 😆 .

    Like

    • Hahaha, jangan bosan dapat ping dari saya ya mba Nella 😛
      Sudah dibilangin mba, tapi pada bilang lebih suka dikenalin daripada ikut online dating engga jelas -___-

      Like

  4. Menikah dengan siapapun itu, mau sebangsa atau berbeda bangsa, yang namanya resiko baik dan buruk akan selalu ada. Namanya juga hidup. Kalau kata orang jawa sih hidup itu sawang sinawang. Melihat hidup yang sama bule lebih nyaman. Padahal kan mereka ga tahu kerja keras dibaliknya, proses adaptasi sama cuaca, musti belajar bahasanya, harus lulus ujian bahasa sebelum dan setelah menetap, adaptasi sama makanannya (kangen Indonesia terutama bagian makanan), musti selektif banget pilih kenalan sesama orang Indonesia di LN, musti ngerjain semuanya sendiri, banyak banget deh yang ga nampak2 soalnya yang dilihat yang indah2 mulu. Meskipun yang indah2 juga sepadan sama kerja kerasnya.

    Like

    • As I stated in my post, “rumput tetangga (memang kelihatannya selalu) lebih hijau”. Banyak orang Indonesia yang hanya melihat luarnya saja tanpa tahu sebenarnya dalamannya itu seperti apa. Lebih jauh, tidak semua orang bisa tahan banting untuk hidup di negeri orang (yang awalnya terlihat indah). Nice comment mba Deny!

      Like

  5. Menurut saya orang-orang yang chat sama kamu dan bertanya pertanyaan-pertanyaan tersebut justru adalah orang yang rasis :hehe :peace. Serius, mau bule atau satu ras, kan sama-sama manusia… saya setuju, jodoh sudah ada yang mengatur, semua manusia kan diciptakan berpasangan. Ternyata ada ya Mbak orang-orang seperti itu, jujur awalnya saya mengira orang-orang itu cuma sedikit tapi ternyata lumayan juga banyaknya :hehe.

    Like

  6. Topik ini yaa selalu hot. Aku pun sering juga dimintain gitu. Please laaah. Stigma bule kaya dan selalu diagung-agungkan ini yang harus diluruskan. Kenapa sih kalau punya pacar bule? Kenapa sih kalau punya suami bule? Toh yaa mereka juga manusia biasa dengan rejeki masing-masing. Nggak harus kaya, nggak harus kerja di tempat prestisius. Sama yang kaya kamu bilang juga, ada yang kerja di supermarket, ada yang kerja di ban, ada yang kerja jadi petugas pom bensin. Yaa bener aja kalau mereka datang ke Indonesia seolah mereka kaya, lha dengan jumlah uang yang sama di Indonesia bisa makan minum enak, tidur di hotel yang lumayan, sementara di tempat mereka uang segitu buat makan aja megap-megap.

    Like

  7. kesel ya mba, topik seperti ini memang banyak…masyarakat, terutama cewek2, sukanya nonton film huliwut, sih, yg isinya romantisme ndeso dan selalu hepi end, 😀 harusnya nonton film indie, yg bnyk cerita realita dan endingnya suka aneh2 *hihihi malah bahas pilem*..jadi tergoda bikin topik serupa kapan2 ah….tapi loading memori dulu.

    Like

  8. Malesin banget ya yang kaya gitu…. Kapan hari pas Scandi Guy (SG) ke Indonesia, aku udah was-was aja, masalahnya pas eks ku yang dulu main ke Indonesia ada aja komentar orang yang nggak bener mulutnya. Eh waktu SG kemaren ke Bali dan Gili untungnya nggak ada apa2, mungkin karena di Bali dan Gili udah banyak bule bersliweran jadi pada ga yang aneh2 kelakuannya.

    Cuman ada sih kejadian pas dia check in di konter Garuda di Soekarno Hatta, trus mbak check innya tiba2 minta oleh2 dari Swedia lah atau apa yang super flirty begitu. Ajaib banget deh kelakuan beberapa cewek Indonesia klo deket2 bule

    Like

    • Iya malesin banget ketika bertemu dengan cewe-cewe yang menganggap pria bule “wah” banget. Cuekin saja yang comment aneh-aneh gitu mba, we can’t please everyone.
      Ampun, berani banget petugasnya, haha..

      Like

Thank you for your comments